My Article: Menjelajahi
Jejak Lava Hulu Ci Muja
(Artikel terbit di koran Pikiran Rakyat, Edisi Bulan Juni 2015)
(Artikel terbit di koran Pikiran Rakyat, Edisi Bulan Juni 2015)
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor melintasi ruas jalan di tengah-tengah perkebunan teh yang berada di Kampung Panaruban, Desa Cicadas, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang ini mengalami sedikit hambatan, kondisi jalannya berbatu terjal, dan bergelombang, penampangnya menjadi seperti itu karena tergerus oleh limpasan air di saat turun hujan.
Dua kendaraan motor yang masing-masing kami bawa pun akhirnya di parkir di tepian ruas perkebunan. Tak sanggup di paksa naik dalam kondisi jalan seperti itu. Kemudian perjalanan kami lanjutkan dengan hiking menyusuri jalur lintasan. Angin lembah begitu lirih mengantarkan uap air yang lembab mengiringi perjalanan kami seakan tak memberikan ruang untuk kemunculan keringat di sekujur badan.
Di samping kiri-kanan trek yang di lewati ditumbuhi
rindangnya pepohonan yang menyejukan mata. Keberadaannya lebih mencolok dibandingkan
tanaman lain, karena tumbuh menjulang lebih tinggi di bandingkan tanaman teh di
bagian bawahnya.
Tujuan kami berdua yaitu menjelajahi curug-curug yang berada di aliran Ci Muja. Sungai tersebut memiliki pola aliran dendritik. Pola aliran seperti ini biasanya memiliki corak seperti akar atau ranting-ranting pepohonan. Dalam satu alur sungainya, Ci Muja memiliki beberapa air terjun atau curug, diantaranya curug Cimuja, Curug Mandala, Curug Sadim, Curug Karembong, dan Curug Goa Badak.
Awalnya sedikit bingung, informasi yang terkumpul
mengenai penjelajahan ini hanya bersumber dari internet saja, sehingga saat di
lapangan seperti ini kebingungan semakin menjadi-jadi, terutama mengenai ke arah mana jalur trek yang harus di
jelajahi.
Rupanya setelah berjalan lebih jauh menapaki jalur, di tengah-tengah perkebunan teh tersebutdi bagian perempatan jalannya ternyata terdapat penunjuk arah menuju curug mandala. Penunjuk arah itu mengarah ke bagian kanan perkebunan, sayapun penuh semangat berbelok arah itu sesuai yang di tunjukkan. Tidak berlangsung lama, kira-kira hanya 40 langkah kaki saja trek yang tadinya di suguhi oleh hamparan perkebunan teh kemudian berubah suasana menjadi rimbunnya semak belukar yang menanungi jalur lintasan.
Jalur lintasan kali ini berada di ujung perkebunan
teh, jalur ini tepatnya berada di bagian bawah tepi dari perkebunan. Dalam rindangnya belukar yang menaungi
perjalanan, terlihat di bagian kanan trek itu menunjukkan sebua lembah yang memanjang
ke utara, kemungkinan di bagian bawahnya merupakan alur sungai Ci Muja. Permukaan lembahnya di dominasi
oleh ragamnya flora. Terlihat jelas berbagai jenis tumbuhan diantaranya pohon
kaliandra, pakis, tepus dan honje, bunganya bermekaran menghibur mata, dahannya
membentuk media bagi burung Toet dan Sikatan yang penuh lincah berkicau
menampakan diri di bagian lembahnya.
Menyusuri trak tersebut, sepatu lapangan kami begitu mudahnya kotor, trek tanah basah begitu mudahnya melekatkan tanah di seluruh permukaan sepatu. Gemiricik air yang keluar dari seke mengalir ke bagian paling bawahnya sebagai jalur lintasan, yang kemungkinan merupakan jalur satu-satunya menuju trek Curug Mandala sebagai curug pertama yang akan ditemui. Di beberapa titik dapat ditemui kubangan air, terlihat air di kubangannya begitu jernih, mengisyaratkan bahwa pada hari itu kami berdua ini sebagai orang pertama yang melintasi kawasannya.
Setelah berjalan kaki 40 menit lamanya dari tempat menepikan kendaraan bermotor di hamparan perkebunan teh di bagian bawah tadi, akhirnya kami sampai juga di Curug Mandala. Saya begitu kaget, rupanya saat menyusuri trek tanah basah tadi dalam hati terlintas pikiran bahwa kemungkinan hanya satu jalur saja trek yang hanya bisa di jelajahi, namun ternyata perkiraan itu salah besar, karena kawasan Curug Mandala ini bisa di lalui menggunakan kendaraan bermotor maupun mobil.
Terbukti di dekat Curug Mandala yang tentunya berada di tepian aliran sungai Ci Muja ini, saat itu terdapat 4 mobil yang terparkir. di depan parkiran mobil yang sangat sempit terpasang beberapa tenda yang sudah rapi di dirikan. Di lihat dari plat nomor kendaraan berikut kaos seragam yang dikenakannya, menunjukkan bahwa para pengendara itu sebagai anggota dari salah satu dari komunitas yang berasal dari Kota Jakarta.
Sambil beristirahat memulihkan urat kaki yang
begitu pegal efek menyusuri jalur trek yang di lalui tadi, saya ikut
bercengkrama dengan mereka-mereka di sana.
Dalam keakraban kami, tak lama kemudian datang menghampiri salah seorang
berpakaian sejenis baju hansip yang lusuh menghampiri kami, rupanya beliau
adalah petugas yang menjaga Curug Mandala, beliau banyak sekali bemberi
informasi, diantaranya bahwa sebenarnya jalur menuju Curug Mandala ini ada dua,
salah satunya ada yang hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki dan ada juga
jalur yang bisa dilalui menggunakan kendaraan bermotor, termasuk mobil yang
beroda empat.
Berbeda dengan jalur setapak yang harus di tempuh dengan berjalan kaki tadi, tentunya jalur ini lebih jauh, karena harus turun ke perkebunan teh yang sudah masuk ke dalam kawasan kampung panaruban yang berada di bagian bawahnya, belum lagi motor harus ditinggal jauh di bagian bawahnya, sedangkan untuk dapat masuk ke tepian Curug Mandala dengan menggunakan kendaraan bermotor justru lebih mudah ungkapnya, patokannya dari jalan raya provinsi yang menghubungkan kota Bandung dengan Subang, apabila ditempuh dari arah Lembang sebelum dua belokan terakhir yang mengarah ke gang menuju objek wisata pemandian air panas Ciater, sebelum perempatan yang ditandai dengan adanya gapura gotong royong itu, di sebelah kiri jalan provinsi tersebut terdapat jalan berbatu kerikil, nantinya jalan tersebut akan berujung ke lokasi keberadan Curug Mandala, ungkapnya.
Penulis:
Rudi Hartono
(Alumnus Pendidikan Geografi -
UPI)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentarnya ya, nuhun ...